BANDA ACEH|globalkini.com – Lapangan Blang Padang Banda Aceh merupakan tanah wakaf untuk Masjid Raya Baiturrahman yang kini diklaim hak pakai dan dikuasai TNI-AD Cq Kodam Iskandar Muda.
Karenanya, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendesak Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah untuk segera mengembalikan tanah wakaf blang padang tersebut untuk digunakan oleh Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
“Kita meminta kepada pj gubernur untuk segera mengembalikan status kepemilikan dan pengelolaan tanah lapangan Blang Padang kepada pemilik yang sah nazir wakaf pengurus Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh,” ujar Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRA Irpannusir Rasman.
Hal itu disampaikannya pada Rapat paripurna tentang penyampaian pendapat Banggar DPRA terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanggung jawaban Pelaksanaan APBA 2023 yang berlangsung di ruang serbaguna, Senin (15/7/2024).
Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRA Zulfadli dan dihadiri langsung oleh Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah beserta para Kepala SKPA.
Menurut Irpannusir, DPRA memiliki bukti-bukti kuat bahwa tanah lapangan Blang Padang itu tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman, sehingga pihak yang menguasainya saat ini harus segera mengembalikan status kepemilikan dan pengelolaan kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, tanah Blang Padang pada masa kerajaan Aceh yang dipimpin Sultan Iskandar Muda merupakan areal persawahan rakyat. Sultan membeli lokasi itu kemudian mewakafkannya kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Tanah Blang Padang ketika itu, kata Irpannusir, berfungsi sebagai alun-alun keraton dan sebagian digunakan sebagai sawah. Hasil dari persawahan berupa padi dan kelapa diserahkan ke masjid untuk membiayai pemeliharaan masjid, insentif imam serta bilal.
Berdasarkan peta blad Nomor 310 Tahun 1906 dan peta Koetaradja tahun 1915 yang tertulis “Aloen-Aloen” Kesultanan Aceh, maka tanah Blang Padang tidak pernah dikuasai oleh Koninkklijk Nederlands Indische Leger (KNIL), bahkan sampai dengan saat ini pun dengan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 3 Tahun 2008 tentang RTRW Kota Banda Aceh, Blang Padang telah ditetapkan sebagai Kawasan terbuka hijau.
“Tanah Blang Padang merupakan salah satu warisan Kerajaan Aceh, yang kemudian sejak Indonesia Merdeka tanah tersebut menjadi aset Pemerintah Aceh. Lokasi itu dipakai sebagai lapangan sepakbola dan pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh serta kegiatan penting lainnya seperti acara tempat kegiatan keramaian rakyat, olahraga, upacara, tempat pelaksanaan MTQ dan lainnya.
Tanah Blang Padang juga disebut terdaftar sebagai aset pemerintah Aceh pada Kartu Inventaris Barang (KIB),” ungkapnya.
Irpannusir menjelaskan, Pemerintah Aceh juga telah melakukan penelusuran data aset tanah Blang Padang ke Belanda beberapa waktu lalu dengan hasil ditemukan buku dan peta penguasaan Belanda di Aceh tahun 1875.
Berdasarkan dokumen tersebut menjelaskan bahwa tanah Blang Padang tidak dikuasai oleh Belanda melainkan tanah Sultan Aceh yang diwakafkan kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Dia menjelaskan, lokasi tersebut saat ini diklaim hak pakai TNI-AD. Di lokasi juga dipasang plang bertuliskan ‘Tanah Negara Hak Pakai TNI-AD CO KODAM IM NO. REG. 2.01.03.01.011.00001, Barang Siapa yang Menggunakan Harus Seizin Kodam IM’.
Sebelumnya, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Aceh Dr H Abdul Gani Isa juga mengungkapkan, dirinya terus mencari, menggali informasi, setidaknya bisa memberi jawaban tentang status dan kedudukan tanah Blang Padang, siapa pemilik, yang berhak mengelola, dan mengurusnya.
Dalam buku yang ditulis Van Langen disebutkan, Blang Padang dan Blang Punge merupakan umeung musara (tanah wakaf) Masjid Raya.
Karel Frederik Hendrik Van Langen, salah seorang pegawai pemerintah Belanda yang diperbantukan di kantor Gubernur Aceh dan daerah taklukannya tahun 1879.
”Tanah wakaf ini tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan harta warisan dan tidak ada pihak yang dapat menggangu gugat status keberadaan hak miliknya.”
Belanda saja tidak berani mengotak-atik tanah wakaf itu, mengapa ada pihak-pihak tertentu yang berbuat lebih dari sepak terjang Belanda?
Dalam rapat tanggal 27 Maret 2023 di Kantor Gubernur Aceh, yang secara khusus membicarakan pengembalian tanah Blang Padang kepada pemilik yang sebenarnya, dihadiri sejumlah undangan terdiri dari instansi terkait menyepakati tanah Blang Padang adalah adalah tanah wakaf yang diberikan oleh sultan untuk membiayai kesejahteraan para imam dan lainnya yang bertugas di Masjid Raya Baiturrahman.
Kesepakatan itu diambil setelah mendengar penjelasan Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh, yang secara khusus ditugaskan ke Leiden Belanda bersama Kepala BAPPEDA Aceh untuk menelusuri dan mencari data tambahan.
Dalam peta yang diperlihatkan jelas terlihat bahwa lokasi Tanah Blang Padang dan Tanah Blang Punge tidak ada bendera KNIL.
Ini menunjukkan kedua lokasi tersebut diakui oleh penjajah bukan miliknya.
Setelah peserta memberikan pandangan, saya mempertegas kembali baik dilihat dari aspek fikih, dan regulasi yang ada.
Pertama, status hukum tanah wakaf sudah sangat jelas, tidak boleh di otak atik oleh siapapun karena ia “Milik Allah” La yuba’u, wala yuhabu wala yuratsu (tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan).
Bahkan, dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan “untuk agunan di bank pun tidak dibenarkan. Nadzir sebagai penerima amanah wajib mengelolanya sesuai “Ikrar Wakaf” dari si wakif.
Kedua, beberapa informasi dan riwayat itu sama keterangannya, maka semakin memperkuat argumen, bahwa Tanah Blang Padang itu yang saat ini viral di medsos adalah benar-benar wakaf Masjid Raya Baiturrahman Aceh.
Ketiga, adalah keliru dan tidak pada tempatnya bila Pemerintah Aceh dan semua yang mengetahui itu tanah wakaf tidak peduli untuk menyelamatkannya.
Keempat, Tanah Blang Punge sudah disertifikasi, yang sekarang tempat perumahan Imam Masjid Raya Baiturrahman dan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah.
Ini menjadi bukti tanah Blang Padang sebagaimana ditulis Van Langen itu adalah tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman.