Pekan Kebudayaan Aceh ke-8 Parade Kapal Hias Membawa Gemerlap Budaya 18 Kabupaten dan Kota

GlobalKini.com | BANDA ACEH – Sebanyak 18 kabupaten dan kota di Aceh berpartisipasi dalam semarak gemerlap pawai budaya kapal hias, pekan kebudayaan aceh (PKA) ke 8. Perhelatan yang diadakan selama 5 tahun sekali ini menjadikan provinsi aceh sebagai daerah yang memliki budaya yang kaya dan memukau dari ujung utara hingga selatan di tanah serambi mekkah ini.

Semangat dan antusiasme ribuan masyarakat dalam menyaksikan 18 kapal hias yang mempersembahkan keindahan, sejarah, dan keunikan masing-masing daerah menjadi sorotan utama dalam pawai budaya kapal hias tersebut.

Parade Pawai Kapal Hias PKA 8 berangsung di sungai krueng aceh, yang di start dari jembatan Peunayong sampai Jembatan Simpang Lima, Banda Aceh, Minggu (05/11/2023).

Pawai perahu hias ini juga menjadi momen penting dalam perayaan PKA ke-8. Acara dibuka oleh Pejabat Pelaksana Tugas (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, yang juga ikut menaiki salah satu perahu. Hadir pula dalam acara ini Pangdam IM (Iskandar Muda), Kapolda Aceh, serta anggota Forkopimda lainnya.

Pawai perahu ini melibatkan peserta dari berbagai komunitas, termasuk Jetski, Basarnas, Pol Airud, Panglima Laot, dan perwakilan dari 18 kabupaten/kota di Aceh. Acara ini berlangsung dari pukul 16.00 hingga 18.00 WIB.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal mengatakan bahwa pawai ini bukan hanya sekadar parade visual, tetapi juga menjadi panggung bagi setiap peserta untuk berbagi cerita. Setiap kapal tidak hanya dipercantik dengan estetika yang luar biasa, tetapi juga memuat sejarah, cerita, kesenian, tradisi, dan ikon khas dari daerah asalnya.

“Dapat kita lihat pawai kapal hias ini mendapat apresiasi dari ribuan masyarakat Aceh, terlihat dari antusias masyarakat, dari jembatan Peunayong sampai jembatan Beurawe,” ungkap Almuniza.

Dari pantauan globalkini.com, antusiasme masyarakat terlihat saat memadati jalur kapal hias sepanjang sungai krueng aceh. Ini membuktikan bahwa betapa pentingnya pelestarian dan penyebarluasan warisan budaya Aceh melalui event-event besar seperti ini.

Selain menampilkan pesona visual, pawai kapal hias juga menghadirkan modifikasi kapal yang beragam, memperkaya pengalaman penonton. Mulai dari modifikasi kapal sitaan Portugis, kapal rempah yang kaya akan aroma khas, hingga reka ulang armada Cheng Ho yang mengingatkan kita pada sejarah hubungan perdagangan Aceh dengan Negeri China.

Kapal hias dari setiap kabupaten dan kota menciptakan suatu panggung spektakuler yang memadukan keberagaman budaya Aceh. Masing-masing peserta berusaha menyampaikan identitas daerahnya melalui sentuhan kreatifitas yang unik.

Kapal dari Kabupaten Aceh Selatan, misalnya, memukau penonton dengan nuansa khas daerah, menampilkan kapal bermoncong naga. Kapal ini tidak hanya menjadi objek estetika, tetapi juga menggambarkan peran daerah sebagai pengangkut rempah, yang dimana Kabupaten Aceh Selatan sebagai penghasil pala terbesar.

Tidak kalah menarik, kapal dari Kota Banda Aceh juga membawa penonton dalam suasana perjalanan sejarah Armada Laksamana Cheng Ho. Sebuah persembahan yang mengingatkan kita pada zaman keemasan perdagangan dan hubungan diplomatik Aceh dengan Tiongkok.

Sementara itu, kapal hias Aceh Barat, dengan gagahnya, menampilkan kapal pengangkut rempah yang kerap singgah ke Bandar Meulaboh di masa lampau. Kapal ini tidak hanya sekadar menghiasi jalur pawai, tetapi juga menyampaikan pesan tentang bagaimana perdagangan rempah telah membentuk sejarah daerah tersebut. Meriam kuno khas Eropa yang menghiasi keladak kapal menambah keautentikan pawai ini.

Kapal hias Simeulue yang dihias dengan ikon lobster sebagai potensi hasil wilayah tersebut, atau perahu dari Aceh Selatan yang didesain dengan ornamen naga serta mengenalkan daerah tersebut sebagai penghasil pala. Bahkan, Kabupaten Pidie Jaya mengenang jasa Panglima Nyakdo dalam ekspedisi lada sicupak abad ke-16 Masehi, yang membawa lada dari Pidie Jaya ke berbagai daerah.

Tak ketinggalan, peserta dari Aceh Jaya menyajikan Kapal Nisero, sebuah kisah menarik dari masa lalu. Dalam sejarah kapal Nisero, yang pada awalnya dimiliki oleh Eropa, kemudian disita oleh para pejuang di kawasan Aceh Jaya yang dipimpin oleh seorang panglima asal Teunom. Sebuah narasi bersejarah yang dihidupkan kembali melalui pawai kapal hias ini.

Sorak-sorakan yang dilontarkan oleh penonton dapat disimpulkan bahwa Pekan Kebudayaan Aceh tidak hanya menjadi wahana hiburan semata, tetapi juga sebuah momen membangun kebanggaan kolektif terhadap warisan budaya dan sejarah Aceh. Pawai kapal hias telah berhasil menciptakan ikatan emosional antara masyarakat dan akar budaya dari setiap masing-masing daerah.

Dengan keberagaman dan kreativitas yang ditampilkan dalam Pawai budaya Kapal Hias pekan kebudayaan aceh ke-8, bahwasanya Aceh sekali lagi berhasil mengukuhkan posisinya sebagai tempat yang kaya akan budaya.

Pawai kapal hias ini juga memberikan panggung bagi daerah-daerah di Aceh untuk menunjukkan inovasi dan kreativitas mereka dalam mempertahankan warisan budaya. Dari setiap detail hingga hiasan yang menghiasi kapal, tiap daerah berupaya keras untuk menggambarkan identitas budaya yang kuat.

Selain menjadi ajang pemersatu masyarakat Aceh, perhelatan ini juga menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara. Kehadiran mereka turut memeriahkan dan memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap upaya pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat Aceh.

Pawai kapal hias ini juga menjadi wadah edukasi yang menarik bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai warisan budaya Aceh. Melalui peragaan visual yang megah dan cerita-cerita di balik setiap kapal, generasi penerus dapat belajar dan memahami lebih dalam akan kekayaan budaya yang dimiliki oleh provinsi mereka.

Dalam setiap presentasi kapal hias, ada semangat persatuan yang kental terasa. Meskipun tiap daerah menampilkan keunikan budaya mereka, tapi ada kesatuan dalam keberagaman yang disajikan, menciptakan sebuah kesan yang membanggakan akan kekayaan kultural Aceh.

Tak hanya sebagai sarana perayaan, pawai kapal hias ini juga menciptakan peluang ekonomi yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Dari penjualan makanan, suvenir khas daerah, hingga promosi pariwisata lokal, banyak sektor usaha kecil dan menengah yang mendapat manfaat dari kehadiran acara ini. (ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *